Thursday, November 3, 2011

Mencermati Rahn Emas Pada Bank Syariah




Praktek rahn atau gadai emasyang kini marak dilakukan banksyariah memang bersandar pada fatwa Dewan Syariah Nasiona (DSN) nomor 79 tentang Qardh. Dimana bank syariah dapat menggunakan dana nasabah untuk membiayai akad qardh (pembiayaan) yang merupakan sarana atau kelengkapan transaksi lain dengan menggunakan akad Mu’awadah (pertukaran dan dapat bersifat komersial). Qardh tidak mendapatkan imbalan namun bank syariah memperoleh income dari administrasi dan ijarah.

Namun ada hal yang terkadang dilupakan perbankan syariah yaitu fatwa nomor 19 tentang Qard dimana dijelaskan ada tiga sumber dana Qardh untuk Rahn yaitu pertama dari modal bank syariah, kedua keuntungan bank syariah yang disisihkan dan ketiga lembaga lain atau individu yang mempercayakan penyaluran infaq-nya kepada bank syariah. Qardh dari sumber pertama akan kembali kepada bank syariah, sedangkan Qardh dari sumber kedua dan ketiga bersifat Qardh hassan.

Artinya dengan menggunakan fatwa nomor 19, pembiayaan yang dilakukan bank syariah bersifat sosial. Hal ini tentunya menjadi karateristik perbankan syariah yang mempunyai fungsi sosial.

Direktur Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia (BI), Mulya Siregar menghimbau agar fatwa nomor 19 tidak ditinggalkan karena ia melihat kebanyakan bank syariah dalam melakukan praktek gadai emaslebih berpatokan pada fatwa nomor 79 dibandingkan nomor 19.

“Jangan tinggalkan fatwa nomor 19, karena itu ciri perbankan syariah sebagai bank yang mempunyai fungsi sosial,” ujarnya di sela-sela acara seminar bulanan Masyarakat Ekonomi Syariah di BNI Tower Jakarta, Rabu (26/10).

Ia juga menghimbau agar gadai emas tidak dominan dalam fortopolio pembiayaan bank syariah. Jika dominan maka fungsi sebagai bank syariah sebagai lembaga intermediasi akan hilang.

“Bank kan lembaga intermediasi. Kalau gadai emas yang dibesarkan jadi toko emas saja tidak usah jadi bank,” imbuhnya.

Selain itu gadai emas yang dijalankan bank syariah juga memilki banyak resiko terutama karena pergerakan harga emas. Setidaknya terdapat 5 resiko yang dihadapi bank syariah dalam menjalankan gadai emas yaitu Market risk, penurunan harga emas yang menyebabkan turunnya investment return pemilik emas. Liquidity risk, sulitnya menjual emas di saat harganya turun.

Lalu Capital risk: kerugian karena penurunan harga emas dapat menambah kerugian bank dan berpotensi menurunkan CAR. Credit risk, penurunan harga emas berpotensi menunda ditebusnya kembali emas oleh client. Reputation risk, maraknya qardh untuk rahn emas dan berkebun emas berpotensi menurunkan fungsi dan peran utama bank syariah dalam membiayai usaha produktif di sektor riil.

Mengingat resiko tersebut, Mulya menghimbau agar secara internal gadai emas dapat dibatasi oleh setiap bank syariah. Sampai saat ini BI sendiri masih menggunakan metode pendekatan kepada setiap bank agar gadai emas bisa dibatasi namun tidak menuntut kemungkinan akan lahir peratura BI mengenai hal ini.

“Yah tidak menuntut kemungkinan keluar peraturan jika gadai emas menjadi dominan dalam bank syariah,”tandasnya. Sumber : PKES Interaktif

0 comments:

Post a Comment