Tuesday, May 31, 2011
Amplop Da'wah
Islamedia - Amplop itu menyentakkan saya,
“ Bener nieh, sekarang udah ga perlu lagi..?”
Dengan berbinar wajah gadis didepan saya yang menyodorkan amplop berkata,
” Iya, sekarang udah punya uang Teh...”
” Alhamdulillah...gitu donk senyum, jangan terlalu sering nangis ya” sambil saya menjewel pipinya.
***
Gadis itu terpaut hampir 7 tahun dengan saya. Suatu hari ia pernah membuat saya menangis penuh rasa penyesalan. Penyebabnya tidak lain karena saya merasa bahwa saya tidak peduli padanya, tidak menunaikan hak ukhuwah padanya, hanya bisa menuntut, mengarahkan, dan mentransfer materi tarbiyah. Materi, materi, materi, sungguh saya merasa sangat materialistis.
Itu perasaan saya, mudah-mudahan tidak terlalu parah pada kenyataannya.
Gadis itu adalah seorang adik yang Allah pertemukan di jalan da’wah. Cinta kami bersua di tiap ujung pekan, di lingkaran kehidupan.
Gadis itu, salah satu adik yang Allah amanahkan pada saya, berderet bersama adik laki-laki senasab saya. Nama adik itu, juga adik laki-laki saya, dan adik-adik perempuan lainnya yang Allah pertemukan di jalan da’wah, sering saya sebutkan satu persatu diujung malam, kadang hingga menangis sesenggukan pada Allah saya meminta agar kakak beradik ini—yang Allah sering pertemukan di dunia-- Allah tetap pertemukan jua di surgaNya kelak. Agar senantiasa Allah beri keberkahan, do’a yang terlantun mengalun sepenuh jiwa. Ya, itulah model berdo’a jika saya sedang insaf, sedang sadar sepenuh hati bahwa mereka adalah amanah da’wah, yang harus setia dibina dengan penuh gelora cinta. Tapiiii, jika hati sedang tersapa lelah, biasanya yang terlantun hanya do’a sapu jagat yang pendek, terburu-buru dan mungkin tak berjiwa...” Ya Allah berikan mereka semua kebaikan” beres,selesai.– Ah, moga tetap Allah terima do’a itu, walau diucap dari lisan dan hati yang lalai-
Kembali pada gadis itu, saya pernah kehilangan dia 2 sampai 3 kali di ujung pekan, entah kemana dia, tak ada rimbanya, tak ada kabar, tak ada pesan, HP yang berulang ditelponpun tak ujung ada jawaban. Hingga akhirnya saya menelpon rumahnya (setelah era HP mania, memang kita kadang baru teringat bahwa adik-adik kita bisa juga dilacak lewat telepon rumah). Yang mengangkat ibu gadis itu, setelah bertukar kabar sekedarnya dengan sang Ibu, gagang telepon dipindah pada sang gadis, tak ada suara.
Saya bertanya kabarnya, tak ada jawaban.
Saya bertanya kemana saja kemarin ? Tak ada juga suara.
”Apakah engkau sakit ?” barulah ada desahan nafas.
Dan samar terdengar sebuah suara serak di ujung sana
” Saya kemaleman Teh, jelang maghrib baru sampai di jalan A, saya berpikir lingkaran kita mungkin sudah selesai ketika saya sampai, maka saya pun kembali pulang ”
Saya masih mencerna, ”Kok bisa kesorean, memang jalan ya dari rumah ?”
Tanpa tambahan apa-apa dia menjawab, ”Iyaa..”
Degg...degup jantung seolah mau berhenti, terasa ada tetesan di hati.
”Sampai di rumah jam berapa ?” Saya bertanya lagi sambil menahan gejolak emosi
” Jam delapan ”
Robbi...saya tercenung, adik saya itu ternyata tidak punya ongkos untuk bergabung di lingkaran kami, dia terpaksa jalan kaki dari rumahnya, memakan waktu tiga jam bulak-balik. Pantas saja kesorean.
Di ujung gagang telepon, kami berdua terdiam. Saya sebagai kakak memarahi diri saya sendiri, sedang di ujung sana saya meyakini ada linangan air mata dan hati yang tersedu.
” Maaf ya Teh, jadi engga bisa datang...” suara seraknya muncul lagi
Saya sudah tak sanggup berkata, hanya mampu memarahi diri saya dan menjanjikan bahwa besok pagi saya akan datang ke kampusnya untuk memeluknya erat-erat. Memeluknya dan meminta maaf.
Esoknya ceritapun mengalir
Membuat basah hati saya.
Gadis itu, adik saya dalam da’wah tidak sampai menangis
Air matanya ditahan agar tak jatuh, tapi bening kaca dimatanya menunjukkan bahwa bebannya sungguh,sungguh sedang berat.
Saya hanya mampu meberikan bahu saya
Membiarkan dia menyandarkan berbagai masalahnya
Seraya menggenggam tangannya
Meyakinkannya bahwa saya ini kakaknya, kapanpun dia meminta tolong, pasti akan terulur tangan saya.
Sementara di hati saya,
Saya tak henti beristighfar, meminta maaf pada Allah karena saya telah lalai, lalai menunaikan amanah da’wah. Sambil merenungi diri, kakak macam apa saya.
Kakak macam apa yang membiarkan adiknya tak punya ongkos hingga harus berjalan belasan kilo demi pertemuan kami di ujung pekan ? Bahkan akhirnya tak bisa hadir di pertemuan.
Kakak macam apa yang membiarkan adiknya menyusuri jalan raya, beralas kaki, berhujan kuyup menuju rumahnya di gulitanya langit ba’da menunaikan amanah untuk beraksi di bundaran HI ?
Sementara saya – sang kakak melaju kencang dengan kuda beroda dua
Atau bersender santai sambil baca buku di angkutan umum sambil disepoi angin Bogor...
Duhai, betapa tak berhatinya saya
Dik, maafkan kakak ya.
Saya memandang wajahnya,
Sambil berbisik saya berkata sungguh-sungguh,
”Allah sudah menjanjikan pada kita dua kemudahan dibalik kesulitan”
”Kita sudah pernah melewati berbagai cobaan, yang ketika cobaan itu datang kita mengira bahwa kita tak akan sanggup melaluinya, tapi dengan pertolongan Allah akhirnya kita mampu melalui cobaan-cobaan itu”
”Dik, yakinlah bahwa cobaan ini sudah ketentuanNya, agar engkau semakin kuat dan dewasa. Agar hanya Allah yang bertahta di singgasana jiwa”
Saya berbicara padanya seolah saya berbicara pada diri sendiri. Menasehati relung hati saya sendiri. Siapakah didunia ini yang tak pernah disapa cobaan ? Para Nabilah yang mendapat cobaan terberat dibanding cobaan umat manusia yang lain. Hingga cobaannya menggenapi keajaiban iman para anbiya sampai mampu menerangi seluruh pelosok dunia. Sedang cobaan untuk saya mungkin hanya ecek-ecek, seperti sebutir debu jalanan. Namun tetap saja... saat cobaan itu datang, kadang saya mengira saya tak kan mampu melewatinya.
Ehhm itu dulu lho...betul itu dulu, kisah ketika saya belum disentuh hangatnya tarbiyah, sekarang InsyaAllah, diluasnya kolam tarbiyah saya berusaha menghadirkan jiwa yang segar ketika cobaan mengetuk pintu kehidupan saya.
Sebagian cobaan yang mampir dikehidupan manusia mungkin diketahui orang lain,dibahas dan dicarikan solusi, namun sebagian lainnya tersimpan rapat di rapot hidup masing-masing. Sejatinya membuat manusia makin bijak dan lebih menghamba padaNya. Entahlah bagaimana rapot hidup saya, berapa nilai evaluasi cobaannya, CUKUP atau BAIK ? atau bahkan perlu diremidial, sehingga Allah ulang kembali cobaan itu, diulang lagi, diulang lagi, diulang lagi, persis ujian di sekolah, hingga saya lulus mendapat nilai BAIK.
Gadis yang sedang menyandarkan masalahnya pada bahu saya pun sedang terserandung cobaan, dan saya, yang diamanahkan sebagai kakak da’wahnya bercita ingin hadir untuknya, sebagai pemandu ”mengerjakan soal ujian” agar bisa membantunya menggapai pertolongan dari Yang maha Kuasa, Allah Maha Pemberi Kemudahan.
Diakhir temu saya dengan gadis itu, saya menyisipkan beberapa lembar uang biru, untuk modal usaha, ”Berusahalah apa saja. Engkau anak ekonomi, lakukan amanah ilmu itu. Dan sampaikan kabar gembira pada kakakmu Dik, dengan kehadiranmu di lingkaran ujung pekan kita.”
***
Beberapa hari setelah itu, saya lebih khusyuk ketika mendo’akan adik-adik saya, hingga saya terperanjat...”Lhaa, kayanya yang diuji bukan hanya adik saya itu, tapi sesungguhnya saya pulalah yang sedang mendapat cobaan itu. Allah sedang menguji kompetensi status ke-kakak-an saya. Buktinya setelah cobaan ini, saya jadi lebih insaf ketika berdo’a. Duhai, lambat sekali saya berpikir”
Maka sejak saat itu, selain berdo’a sayapun sering menyapa jiwa adik-adik saya, lewat sms do’a sederhana, sungguh saya ingin membasahi hati mereka dengan cinta fillah ,
” Aku memohon pada Allah, agar Allah berkenan menyatukan hati kita,
Agar Allah membangunkan sebuah rumah di surga, tempat kita duduk melingkar, berbicara dan bertukar sapa, ditemani tilawah merdu burung surga dan hembusan lembut angin firdaus. Sungguh Dik, aku mencintai engkau karena Allah”
Mata sayapun basah ketika menuliskan sms itu
***
Amplop itu menyentakkan saya,
Amplop dari si gadis-adik da’wah saya- yang berisi beberapa lembar uang biru
Dikembalikan sebagai bentuk cobaan yang telah sukses ia lalui
Alhamdulillah wa syukurillah
Satu cobaan berat adik saya sudah terlewati
Sudah selesaikah sekolah kehidupan kita ?
Ehhm, tampaknya berbagai cobaan sudah mengantri untuk bertarung dengan keimanan kita.
Daftarnya sudah tertulis di lauhul mahfuzh.
Sebagian berupa musibah, namun sebagiannya pula berjelma tawa bahagia yang melenakan.
Ayo bersiap adik-adik !
Ayo semangat mengisi rapot kehidupan kita dengan nilai sempurna !
Bolehlah santai beristirahat, jika kaki sudah menjejak di surgaNya kelak !
Sesungguhnya lecutan semangat itu tidak hanya untuk adik-adik saya namun hakikatnya saya tujukan untuk diri saya sendiri J
Allahumma yasirlii amrii
Wallahu’alam
* Untuk adik-adik di lingkaran yang karena-Nya kita merenda cinta : Uhibbukunna Fillah !!
Bairanti Asriandhini Marwan
Bogor, 30 Mei 2011
http://www.islamedia.web.id/2011/05/amplop-dawah.html
Monday, May 30, 2011
Siswa SMA Sidoarjo Daur Ulang Plastik Menjadi Bensin
Kamis 26 Mei 2011 | |
Siswa Sekolah Menengah Atas Muhammadiyah 2 Sidoarjo, Jawa Timur, berhasil menciptakan alat daur ulang limbah sampah plastik menjadi sejenis bahan bakar bensin. Alat daur ulang limbah sampah plastik ini menggunakan sistem pemindahan atau pemurnian melalui perbedaan titik didih atau destilasi. "Selama ini, plastik sulit didaur ulang," kata salah seorang siswa, M Arif Abidin. Alat yang digunakan berupa tabung labu, bunsen burner dan pipa kaca. Kaca plastik dibungkus Low Density Polyethylene (LDPE) dan Polypropylene (PP) atau plastik gelas mineral. Plastik, katanya, merupakan residu minyak bumi sehingga bisa diolah menjadi minyak kembali. Arif mengajak Bradja dan Aditya teman sekolahnya melakukan penelitian secara bersama-sama. Mereka kemudian merancang alat yang menggunakan dasar hukum kekekalan energi. Hukum ini menyatakan energi berubah dari satu bentuk ke bentuk lain, tetapi tidak bisa diciptakan atau dimusnahkan. Alat ini juga menggunakan sistem destilasi dengan pencapaian titik didih tinggi menuju titik didih rendah untuk menghasilkan energi yang besar. Proses pengolahannya, sampah plastik dibakar di dalam tabung labu untuk menghasilkan energi yang diolah menjadi bahan bakar. Proses ini membutuhkan waktu selama 80 menit. Setiap 10 kilogram limbah plastik menghasilkan satu liter bahan bakar. Bahan bakar yang dihasilkan, katanya, sama dengan bahan bakar lainnya. Setiap setengah mililiter menghasilkan bara api selama 11 detik. "Jika diukur, kekuatannya sama dengan bensin," katanya. Agar energi yang diciptakan menghasilkan minyak dalam jumlah besar, mereka merencanakan menggunakan pipa stainless berdiameter lebih besar. Alat ciptaannya ini menghabiskan dana Rp 30 ribu. Dengan pengembangan daur ulang limbah plastik ini bisa menghasilkan energi alternatif yang ramah lingkungan. Berkat temuannya ini, mereka dinobatkan sebagai juara dalam lomba Innovative Material Engineering Competition 2011 tingkat SMA di ITS Surabaya pada 29-30 April lalu. Mereka menyisihkan 44 peserta lain dari seluruh Indonesia. (tempointeraktif.com/ humasristek) |
Awas, Listrik Sejagat Mati Pada 2013
Jumat 20 Mei 2011 | |
Seorang ilmuwan ternama dari Badan Samudera dan Atmosfer Nasional Amerika Serikat Dr Kathryn Sullivan memperingatkan badai matahri bakal mencapat puncaknya dua tahun lagi. Ia menegaskan puncak badai matahri itu dapat merusak satelit komunikasi, sistem navigasi, jaringan telepon, dan peralatan transmisi listrik. Badai ini juga melepaskan partikel yang mampu merusak sirkuti computer secara sementara atau permanen. “Ini benar-benar bakal menjadi sebuah masalah ketika badai matahari itu menghantam planet kita,” kata Sullivan dalam Konferensi PBB mengenai iklim global di Jenewa, Swiss. Ia merupakan mantana astronot NASA (Badan Antariksa Nasional Amerika) yang pada 1989 menjadi perempuan pertama yang berjalan di ruang angkasa Peringatan serupa juga pernah disampaikan para ahli astronom Februari lalu. Menurut mereka, manusia bakal lebih rentan terhadap akibat puncak badai matahari pada 2013. Mereka meminta semua negara bersiap menghadapi musibah global semacam topan Katrina yang pernah melanda negara Abang Sam itu. Para ahli juga memperingatkan badai matahari mendatang dapat menyebabkan listrik di seluruh dunia mati selama berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan. Puncak badai matahari ini berlangsung saban 11-12 tahun. Terakhir berlangsung pada 2001, namun efeknya terhadap Bumi lemah. Badai besar matahri pada 1972 telah memutus jaringan telepon jarak jauh di Negara Bagian Illinois, Amerika. Peristiwa serupa pada 1989 mengakibatkan listrik mati di seantero Provinisi Quebec, Kanada. (tempointeraktif.com/ humasristek) |
Sunday, May 29, 2011
Memahamkan Buah Hati tentang Konsep Diri
Oleh : Miarti
(Direktur ZAIDAN Tutorial Preschool Bandung)
Pembaca setia. John Lock mengatakan bahwa setiap bayi lahir ke dunia dalam keadaan bagai kertas putih bersih. Terkait hal ini, sabda Rasul memberitahu kita bahwa keberadaan anak dengan segala predikatnya, baik predikat kesholehan maupun predikat kejahiliyahan akan ditentukan oleh upaya orangtua. Karena yang akan pertama kali menggiring seorang anak untuk tumbuh menjadi pribadi yang Islami, Yahudi maupun Majusi adalah orangtua. Yang akan pertamakali mengantarkan anak untuk menjadi pribadi yang normatif atau destruktif (merusak) juga adalah orang tua. Dan yang akan pertamakali menanamkan idealisme adversitas (ketangguhan) maupun apatisme (keputusasaan) adalah orangtua pula. Jadi, orangtualah yang sangat berpengaruh memberikan input-input kebenaran, kebiasaan dan idealisme.
Baik pendapat John Lock maupun sabda Rasulullah Saw, keduanya bisa diinterpretasikan bahwa setiap anak hadir dengan berjuta kepolosan. Setiap anak terlahir tanpa mengetahui akan hak dan tanggung jawab, tanpa menyadari akan keharusan dan kebebasan, tanpa memaknai akan bahaya dan keselamatan, tanpa memahami akan siksa dan pahala, tanpa menyadari akan bagaimana seharusnya menjadi orang yang berhasil, tanpa menyadari akan bagaimana seharusnya menjadi orang yang getol beribadah, tanpa mengetahui sedikitpun tentang bagaimana memperlakukan orang dengan santun, tanpa mengetahui tentang arti pentingnya mempunyai cita-cita.
Dan seorang anak adalah sebuah entitas dunia yang tak ternilai harganya. Betapapun ia terlahir dengan sejuta kepolosan, namun ia terlahir dengan kapibilitas otak yang luar biasa, yang kelak akan mencerna dunia dengan segala isinya. Seiring masa dan beragam upaya dari orangtua, sang anak akan terus mengalami lesatan-lesatan dahsyat dalam otaknya. Sang anak akan melewati spontanitas-spontanitas mengagumkan yang membuat syarap-syarap otaknya bertaut dan terus bertaut. Namun otak tidak bisa begitu saja menjadikan seorang anak sempurna kalau tanpa ada interaksi progressif yang disebut dengan BELAJAR. Selain itu, anak juga tidak akan serta merta menjadi pribadi yang MASAGI (bahasa sunda, red.) kalau hanya mengandalkan simulasi-simulasi yang bersifat kognitif seperti daya nalar, belajar tentang alam dan konsep hitungan. Karena kehebatan intelektual tidak akan bermakna apa-apa bila tak digandeng dengan apa yang disebut norma, nilai (value), keyakinan, tanggungjawab, dan ranah-ranah lain yang tergolong afeksi. Layaknya langit malam yang memesona, keindahannya tidak simetri begitu saja tanpa sinergitas yang cantik dan menarik antara matahari yang tenggelam dengan jadwal yang terstruktur, kinerja bintang yang gemerlapan menghiasi malam, dan bulan yang memancarkan sinar tanpa beban. Itulah pertautan antara hebatnya otak manusia dengan pentingnya konsep diri.
Konsep diri ibarat energi yang bisa menggerakkan setiap jiwa untuk berdaya dan mampu mengaktualisasikan diri. Lebih jauh legi, konsep diri ibarat pilihan telak yang niscaya untuk dimiliki. Karena dalam Islam, manusia akan dihdapkan pada muara dimana pilihannya hanya ada dua. Surga atau neraka. Maka konsep diri yang kita tanamkan pada seorang bayi sekalipun, merupakan bekal optimal yang akan menentukan nasib di akhirat kelak. Dan konsep diri tidak akan begitu saja tertanam pada diri seorang anak. Dan lagi-lagi alasannya adalah karena setiap anak terlahir dalam kondisi tidak mengenal sama sekali apa yang disebut dengan konsep diri. Berikut beberapa kondisi kontradiktif yang menggambarkan polosnya seorang bayi dengan realitas harapan orangtua yang mengangkasa.
Mengapa harus, konsep diri kita tanamkan pada buah hati kita? Karena ada satu hal yang tak bisa kita bantahkan yaitu tentang cita-cita. Tentang keberhasilan. Tentang kesuksesan. Tentang masa depan. Masa depan seseorang sangat mustahil untuk bisa gemilang begitu saja tanpa adanya upaya-upaya cerdas yang berpadu dengan kepribadian positif yang mengkarakter. Keberhasilan tak mungkin diraih begitu saja tanpa adanya sinergitas antara kemauan, kesungguhan dan positif thinking (berbaik sangka kepada Allah dan sepenuh hati meyakini bahwa kekuatan dahsyat itu ada di tangan Allah). Maka tak heran bila ada orang yang terlanjur mengklaim dirinya miskin, hanya karena mereka tidak pernah mau membuka diri untuk keluar dari zona pikiran yang terpasung itu. Padahal sejatinya, apa yang terjadi adalah output dari apa yang kita pikirkan. If you think you can, is you can. Siapapun sangat layak untuk kaya. Siapapun sangat layak untuk dikatakan hebat. Siapaun sangat layak untuk memiliki harga diri. Siapapun berhak memiliki masa depan.
Konsep diri tidak saja diperlukan oleh orang dewasa. Melainkan untuk buah hati kita pun sangat penting. Dan sekali lagi, konsep diri itu tidak dilahirkan. Konsep diri bukanlah hereditas yang akan menentukan pewarisan kepribadian dari orangtua kepada seorang anak. Allohu ‘alam bish showaab.
http://intimagazine.wordpress.com/2011/03/14/memahamkan-buah-hati-tentang-konsep-diri/
(Direktur ZAIDAN Tutorial Preschool Bandung)
Pembaca setia. John Lock mengatakan bahwa setiap bayi lahir ke dunia dalam keadaan bagai kertas putih bersih. Terkait hal ini, sabda Rasul memberitahu kita bahwa keberadaan anak dengan segala predikatnya, baik predikat kesholehan maupun predikat kejahiliyahan akan ditentukan oleh upaya orangtua. Karena yang akan pertama kali menggiring seorang anak untuk tumbuh menjadi pribadi yang Islami, Yahudi maupun Majusi adalah orangtua. Yang akan pertamakali mengantarkan anak untuk menjadi pribadi yang normatif atau destruktif (merusak) juga adalah orang tua. Dan yang akan pertamakali menanamkan idealisme adversitas (ketangguhan) maupun apatisme (keputusasaan) adalah orangtua pula. Jadi, orangtualah yang sangat berpengaruh memberikan input-input kebenaran, kebiasaan dan idealisme.
Baik pendapat John Lock maupun sabda Rasulullah Saw, keduanya bisa diinterpretasikan bahwa setiap anak hadir dengan berjuta kepolosan. Setiap anak terlahir tanpa mengetahui akan hak dan tanggung jawab, tanpa menyadari akan keharusan dan kebebasan, tanpa memaknai akan bahaya dan keselamatan, tanpa memahami akan siksa dan pahala, tanpa menyadari akan bagaimana seharusnya menjadi orang yang berhasil, tanpa menyadari akan bagaimana seharusnya menjadi orang yang getol beribadah, tanpa mengetahui sedikitpun tentang bagaimana memperlakukan orang dengan santun, tanpa mengetahui tentang arti pentingnya mempunyai cita-cita.
Dan seorang anak adalah sebuah entitas dunia yang tak ternilai harganya. Betapapun ia terlahir dengan sejuta kepolosan, namun ia terlahir dengan kapibilitas otak yang luar biasa, yang kelak akan mencerna dunia dengan segala isinya. Seiring masa dan beragam upaya dari orangtua, sang anak akan terus mengalami lesatan-lesatan dahsyat dalam otaknya. Sang anak akan melewati spontanitas-spontanitas mengagumkan yang membuat syarap-syarap otaknya bertaut dan terus bertaut. Namun otak tidak bisa begitu saja menjadikan seorang anak sempurna kalau tanpa ada interaksi progressif yang disebut dengan BELAJAR. Selain itu, anak juga tidak akan serta merta menjadi pribadi yang MASAGI (bahasa sunda, red.) kalau hanya mengandalkan simulasi-simulasi yang bersifat kognitif seperti daya nalar, belajar tentang alam dan konsep hitungan. Karena kehebatan intelektual tidak akan bermakna apa-apa bila tak digandeng dengan apa yang disebut norma, nilai (value), keyakinan, tanggungjawab, dan ranah-ranah lain yang tergolong afeksi. Layaknya langit malam yang memesona, keindahannya tidak simetri begitu saja tanpa sinergitas yang cantik dan menarik antara matahari yang tenggelam dengan jadwal yang terstruktur, kinerja bintang yang gemerlapan menghiasi malam, dan bulan yang memancarkan sinar tanpa beban. Itulah pertautan antara hebatnya otak manusia dengan pentingnya konsep diri.
Konsep diri ibarat energi yang bisa menggerakkan setiap jiwa untuk berdaya dan mampu mengaktualisasikan diri. Lebih jauh legi, konsep diri ibarat pilihan telak yang niscaya untuk dimiliki. Karena dalam Islam, manusia akan dihdapkan pada muara dimana pilihannya hanya ada dua. Surga atau neraka. Maka konsep diri yang kita tanamkan pada seorang bayi sekalipun, merupakan bekal optimal yang akan menentukan nasib di akhirat kelak. Dan konsep diri tidak akan begitu saja tertanam pada diri seorang anak. Dan lagi-lagi alasannya adalah karena setiap anak terlahir dalam kondisi tidak mengenal sama sekali apa yang disebut dengan konsep diri. Berikut beberapa kondisi kontradiktif yang menggambarkan polosnya seorang bayi dengan realitas harapan orangtua yang mengangkasa.
- Setiap bayi tidak pernah meminta untuk menjadi juara, betapapun orangtuanya berharap besar untuk menjadi anak yang prestatif.
- Setiap bayi tidak pernah memohon agar dirinya menjadi seorang pemimpin, betapapun orangtuanya sangat berekspektasi agar kelak sang anak menjadi orang nomor satu.
- Setiap bayi tidak pernah merengek agar dirinya menjadi seorang ahli, betapapun orangtuanya memiliki impian tinggi agar di kemudian hari sang anak bisa menjadi pemikir sejati.
- Setiap bayi tidak pernah bermimpi untuk menjadi konglomerat, betapapun orangtuanya berharap besar untuk menjadi orang yang kelebihan harta dan bisa membeli apa saja.
Mengapa harus, konsep diri kita tanamkan pada buah hati kita? Karena ada satu hal yang tak bisa kita bantahkan yaitu tentang cita-cita. Tentang keberhasilan. Tentang kesuksesan. Tentang masa depan. Masa depan seseorang sangat mustahil untuk bisa gemilang begitu saja tanpa adanya upaya-upaya cerdas yang berpadu dengan kepribadian positif yang mengkarakter. Keberhasilan tak mungkin diraih begitu saja tanpa adanya sinergitas antara kemauan, kesungguhan dan positif thinking (berbaik sangka kepada Allah dan sepenuh hati meyakini bahwa kekuatan dahsyat itu ada di tangan Allah). Maka tak heran bila ada orang yang terlanjur mengklaim dirinya miskin, hanya karena mereka tidak pernah mau membuka diri untuk keluar dari zona pikiran yang terpasung itu. Padahal sejatinya, apa yang terjadi adalah output dari apa yang kita pikirkan. If you think you can, is you can. Siapapun sangat layak untuk kaya. Siapapun sangat layak untuk dikatakan hebat. Siapaun sangat layak untuk memiliki harga diri. Siapapun berhak memiliki masa depan.
Konsep diri tidak saja diperlukan oleh orang dewasa. Melainkan untuk buah hati kita pun sangat penting. Dan sekali lagi, konsep diri itu tidak dilahirkan. Konsep diri bukanlah hereditas yang akan menentukan pewarisan kepribadian dari orangtua kepada seorang anak. Allohu ‘alam bish showaab.
http://intimagazine.wordpress.com/2011/03/14/memahamkan-buah-hati-tentang-konsep-diri/
Subscribe to:
Posts (Atom)