Pendahuluan
Waktu bagi semua orang adalah sama kuantitasnya, yaitu 24 jam sehari, 7 hari sepekan. Namun nilai dari waktu akan berbeda dari satu orang ke orang lainnya. Misalnya, bagi seorang buruh kasar satu jam kerja bernilai Rp25.000,-, bagi seorang manajer keuangan satu jam bernilai Rp250.000,-, bagi seorang pakar ekonomi syariah satu jam bernilai Rp2.500.000,-.
Jadi faktor yang menentukan nilai waktu adalah bagaimana seseorang memanfaatkan waktu itu. Semakin efektif (tepat guna) dan efisien (tepat cara) [1], maka akan semakin tinggi nilai waktunya. Efektif dan efisien akan mendatangkan keuntungan di dunia bagi siapa saja yang melaksanakannya. Oleh karena itu, siapapun pelakunya tanpa memandang suku, agama, dan ras, secara sunnatullah, ia akan mendapatkan keuntungan di dunia.
Di dalam Islam, keuntungan bukan saja keuntungan di dunia, namun yang dicari adalah keuntungan di dunia dan akhirat. Oleh karenanya, pemanfaatan waktu itu bukan saja harus efektif dan efisien, namun ia juga harus didasari dengan keimanan. Keimanan inilah yang akan mendatangkan keuntungan di akhirat. Sebaliknya, keimanan yang tidak mampu mendatangkan keuntungan di dunia, berarti keimanan yang tidak diamalkan.[2]
Kritik Atas Time Value of Money
Dalam ekonomi konvensional time value of moneydidefinisikan sebagai:
A dollar today is worth more than a dollar in the future because a dollar today can be invested to get a return. [3]
Definisi ini tidak akurat karena setiap investasi selalu mempunyai kemungkinan untuk mendapat positive, negative, atau no return. Itu sebabnya dalam teori finance, selalu dikenal risk-return relationship.
Bagi ekonom konvensional ada dua hal yang menjadi alasan intuisi mereka akan konsep time value of money[4]:
1. Presence of inflation
Katakanlah tingkat inflasi 10% per tahun. Seseorang dapat membeli sepuluh potong goreng pisang hari ini dengan membayar sejumlah Rp10.000,-. Namun bila ia membelinya tahun depan, dengan sejumlah uang yang sama yaitu Rp10.000,-, ia hanya dapat membeli sembilan pisang goreng[5]. Oleh karena itu, ia akan meminta kompensasi untuk hilangnya daya beli uangnya akibat inflasi.
2. Preference present consumption to future consumption.
Bagi umumnya individu, present consumption lebih disukai daripada future consumption. Katakanlah tingkat inflasi nihil, sehingga dengan uang Rp10.000,- seseorang tetap dapat membeli sepuluh pisang goring hari ini maupun tahun depan. Bagi kebanyakan orang, mengkonsumsi sepuluh pisang goreng hari ini lebih disukai daripada mengkonsumsi sepuluh pisang goreng tahun depan. Dengan argumentasi ini, meskipun suatu perekonomian tingkat inflasinya nihil, seseorang lebih menyukai Rp10.000,- hari ini dan mengkonsumsi hari ini. Oleh karena itu untuk menunda konsumsi, ia meminta kompensasi[6].
Argumen yang pertama tidak dapat diterima karena tidak lengkap kondisinya (non exhausted condition). Dalam setiap perekonomian selalu ada keadaan inflasi dan keadaan deflasi. Bila keberadaan inflasi menjadi alasan adanya time value of money, seharusnya keberadaan deflasi menjadi alasan adanya negative time value of money. Katakanlah tingkat deflasi 10% per tahun. Seseorang dapat membeli sepuluh potong goreng pisang hari ini dengan membayar sejumlah Rp10.000,-. Namun bila ia membelinya tahun depan, dengan sejumlah uang yang sama yaitu Rp10.000,-, ia dapat membeli sebelas pisang goreng[7]. Oleh karena itu, ia akan memberi kompensasi untuk naiknya daya beli uangnya akibat deflasi. Inikah yang berlaku? Ternyata tidak. Hanya satu kondisi saja yang diakomodir oleh konsep time value of money, yaitu kondisi inflasi; sedangkan kondisi deflasi diabaikan.
Argumen yang kedua akan dijelaskan dalam bagian berikutnya bab ini, dengan berbagai skenarionya.
Ketidak-pastian Return
Sebenarnya dalam ekonomi konvensional, penerapan time value of money tidak senaif yang dibayangkan, misalnya dengan mengabaikan ketidak-pastian return yang akan diterima. Bila unsur ketidak-pastian return ini dimasukkan, ekonom konvensional menyebut kompensasinya sebagai discount rate. Jadi istilah discount rate lebih bersifat umum dibandingkan istilah interest rate[8].
Certainty in Return | Uncertainty in Return |
Disebut interest rate | Disebut discount rate |
Real interest rate ditentukan oleh preferensi current consumption seseorang | |
Nominal interest rate = real interest rate + expected inflation | |
Discount rate = real interest rate + expected inflation + premium for uncertainty |
Jadi dalam ekonomi konvensional, ketidak-pastian return dikonversi menjadi suatu kepastian melalui premium for uncertainty. Dalam setiap investasi tentu selalu ada probabiliti untuk mendapat positif return, negative return, dan no return. Adanya probabiliti inilah yang meninbulkan uncertainty (ketidak-pastian). Probabiliti untuk mendapat negative return dan no return ini yang dipertukarkan (exchange of liabilities) dengan sesuatu yang pasti yaitu premium for uncertainty
Katakanlah probabiliti positive return dan negative return masing-masing sebesar 0,4; sedangkan probabiliti no return sebesar 0,2. Apa yang dilakukan dalam perhitungan discount rate adalah mempertukarkan probabiliti negative return (0,4) dan probabiliti no return (0,2) ini dengan premium for uncertainty, sehingga yang tersisa tinggal probabiliti untuk positive return (1,0).
Keadaan | Natural Uncertainty (probabiliti) | Discount rate (probabiliti) |
Positive return | 0,4 | 1,0 |
No return | 0,2 | 0,0 |
Negative return | 0,4 | 0,0 |
Keadaan inilah yang ditolak dalam ekonomi syariah, yaitu keadaan al ghunmu bi la ghurmi (gaining return without responsible for any risk) dan al kharaj bi la dhaman (gaining income without responsible for any expenses). Sebenarnya keadaan ini juga ditolak oleh teori finance, yaitu dengan menjelaskan adanya hubungan antara risk dan return; bukankah return goes along with risk?
Dalam ekonomi syariah, penggunaan sejenis discount rate dalam menentukan harga mu’ajjal (bayar tangguh) dapat digunakan. Hal ini dapat dibenarkan karena:
1. Jual beli dan sewa menyewa adalah sektor riil yang menimbulkan economic value added (nilai tambah ekonomis).
2. Tertahannya hak si penjual (uang pembayaran) yang telah melaksanakan kewajibannya (menyerahkan barang atau jasa), sehingga ia tidak dapat melaksanakan kewajibannya kepada pihak lain[9].
Begitu pula penggunaan discount rate dalam menentukan nisbah bagi hasil, dapat digunakan. Nisbah ini akan dikalikan dengan actual return, bukan dengan expected return. Transaksi bagi hasil berbeda dengan transaksi jual beli atau transaksi sewa menyewa, karena dalam transaksi bagi hasil hubungannya bukan antara penjual dan pembeli, atau penyewa dan yang menyewakan. Yang ada adalah hubungan antara pemodal dan yang memproduktifkan modal tersebut. Jadi tidak ada pihak yang telah melaksanakan kewajibannya namun masih tertahan haknya. Si pemodal telah melaksanakan kewajibannya yaitu memberikan sejumlah modal, yang memproduktifkan modal juga telah melaksanakan kewajibannya yaitu memproduktifkan modal tersebut. Hak bagi mereka berdua akan timbul ketika usaha memproduktifkan modal tersebut telah menghasilkan pendapatan atau keuntungan. Hak mereka adalah berbagi hasil atas pendapatan atau keuntungan tersebut, sesuai kesepakatan awal apakah bagi hasil itu akan dilakukan atas pendapatan atau keuntungan.
Certainty in Return | Uncertainty in Return | ||
Conventional | Islamic | Conventional | Islamic |
Interest rate ditentukan oleh: 1. Preferensi current consumption 2. Expected inflation | Keuntungan dalam jual beli / sewa secara tangguh bayar ditentukan oleh: 1. Tingkat keuntungan setiap kali transaksi 2. Frekuensi transaksi dalam satu periode | Discount rate ditentukan oleh: 1. Preferensi current consumption 2. Expected inflation 3. Premium for uncertainty Dengan kata lain, actual return dipaksakan harus sama dengan expected return nya. | Discount rate ditentukan atas dasar ekspektasi keuntungan, dan digunakan untuk menentukan nisbah bagi hasil. Bagi hasil yang harus dibayar adalah nisbah bagi hasil dikalikan dengan actual return nya. Dengan kata lain, actual return tidak harus sama dengan expected return nya. |
[2] Dalam al Quran disebutkan nilai waktu, termasuk nilai ekonomi waktu ditentukan oleh keimanan, amal baik, saling mengingatkan dalam hal kebaikan dan kesabaran. Lihat QS Al Ashr.
[3] Lihat misalnya Aswath Damodaran (2001), Corporate Finance: Theory and Practice 2nd ed, New York : John Wiley & Sons
[4] Damodaran, ibid.
[5] Harga hari ini Rp 1000,- sedangkan harga tahun depan Rp1100,-. Sembilan pisang goreng senilai Rp9.900,-.
[6] Dalam ekonomi konvensional kompensasi ini disebut real interest rate. Berapa besar kompensasi ini (real interest rate) ditentukan oleh preferensi terhadap current consumption; semakin besar preferensinya semakin besar kompensasi (real interest) nya. Bila tingkat ekspektasi inflasi ditambahkan atas real interest rate ini, hasil penjumlahan ini disebut nominal interest rate.
[7] Harga hari ini Rp 1000,- sedangkan harga tahun depan Rp900,-. Sebelas pisang goreng senilai Rp9.900,-.
[8] Damodaran, ibid
[9] Misalnya memberi makan malam kepada keluarganya; atau membayar kepada penjual tempat ia membeli barang dijualnya; atau memberikan bagi hasil kepada pemilik modal yang memberinya modal; atau yang semisalnya.
0 comments:
Post a Comment