Tuesday, December 20, 2011

ekonomi Makro sederhana part 2 (selesai)


E.    Ekonomi Banyak Pulau, Banyak Orang, Banyak Uang, Banyak Raja
Kini saatnya masuk pada keadaan yang mendekati perekonomian yang sebenarnya. 
Pertama, bayangkanlah di pulau tersebut tinggal satu juta orang yang perilaku ekonominya persis sama dengan orang pertama dan disebut sebagai masyarakat golongan nelayan dan saat ini menguasai birokrasi pemerintahan, satu juta orang yang perilakunya persis sama dengan orang kedua dan disebut sebagai masyarakat golongan petani (pangan), satu juta orang yang perilakunya sama persis dengan orang ketiga dan disebut sebagai masyarakat golongan penjahit (sandang),  satu juta orang yang perilakunya persis sama dengan orang keempat dan disebut sebagai masyarakat golongan tukang kayu (papan), dan ada satu juta orang yang perilakunya sama persis dengan orang kelima dan disebut sebagai masyarakat golongan telekomunikasi. Karena satu juta orang tersebut berperilaku persis sama dengan orang pertama, dan seterusnya satu juta orang berikutnya persis sama dengan orang berikutnya, maka tidak ada perubahan apapun atas analisis sebelumnya yang telah dijelaskan.  Perilaku satu atau satu juta orang yang berperilaku sama, dalam konteks analisis perilaku makro ekonomi tidak membawa perubahan apapun.
Kedua, bayangkanlah pulau yang dari tadi kita bicarakan adalah sebuah negara yang mempunyai kedaulatannya sendiri.  Inipun tidak membawa perubahan apapun terhadap analisis sebelumnya.
Ketiga, bayangkanlah uang yang jatuh dari helicopter itu adalah uang yang dicetak oleh pemerintah negara tersebut.  Anggaplah helicopter itu adalah pabrik pencetakan uang.  Ini juga tidak merubah apapun atas analisis sebelumnya.
Sekarang bayangkanlah, ternyata tidak hanya ada satu pulau, ternyata ada banyak pulau lain.  Masing-masing pulau keadaannya seperti pulau pertama, ada lima juta orang yang perilaku nya lima macam, juga ada uang namun jenisnya berbeda pada masing-masing pulau.  Di tiap pulau memiliki rajanya masing-masing.
Jadi kini bayangkanlah, ada banyak negara, dengan banyak orang, banyak jenis uang, dan masing-masing negara memiliki pemerintahan masing-masing.  Namun untuk kemudahan penjelasan, akan tetap digunakan orang pertama sampai dengan orang kelima, helicopter money, pulau, dan raja.  Toh tidak merubah analisis.

Kita ingat kembali keadaan di pulau pertama, dimana:
M1 (Pulau 1)  =   Rp 1 juta
V1 (Pulau 1)   =   5 kali
P1 (Pulau 1)   =   Rp 1 juta
T1 (pulau 1)   =   5 (ikan, beras, sleeping bag, pisau, radio)

Untuk membedakan dengan uang antar pulau, katakanlah uang di pulau pertama berwarna merah semua (disebut Rp), di pulau kedua warna hijau semua (disebut (Sin $), di pulau-pulau berikutnya berturut-turut berwarna kuning (disebut SR) dan biru (disebut RM).

Katakanlah keadaan di pulau kedua sebagai berikut:
M1 (Pulau 2)  =   Sin $ 200
V1 (Pulau 2)   =   5 kali
P1 (Pulau 2)   =   Sin $ 200
T1 (pulau 2)   =   5 (ikan, beras, sleeping bag, pisau, radio)

Katakanlah keadaan di pulau ketiga sebagai berikut:
M1 (Pulau 3)    =   SR 3300
V1 (Pulau 3)     =   5 kali
P1 (Pulau 3)     =   SR 3300
T1 (pulau 3)     =   5 (ikan, beras, sleeping bag, pisau, radio)

Katakanlah keadaan di pulau keempat sebagai berikut:
M1 (Pulau 4)    =   RM 330
V1 (Pulau 4)     =   5 kali
P1 (Pulau 4)     =   RM 330
T1 (pulau 4)     =   5 (ikan, beras, sleeping bag, pisau, radio)

Artinya, harga ikan sama, harga beras sama, harga sleeping bag, harga pisau, harga radio di pulau pertama masing-masing adalah Rp 1 juta.  Harga-harga barang yang sama di pulau kedua adalah Sin $ 200, di pulau ketiga harganya SR 3300, di pulau keempat harganya RM 330.  Atau dengan kata lain:

Rp 1 juta   =   Sin $ 200   =   SR 3300   =   RM 330

Bagi orang di pulau pertama, uang merahnya ekivalen dengan uang-uang lain sebagai berikut:
                        Sin $ 1   =   Rp 5000 (Rp 1 juta / Sin $ 200)
                        SR 1      =   Rp 303 (Rp 1 juta / SR 3300)
                        RM 1     =   Rp 3030 (Rp 1 juta / RM 330)

Sekarang katakanlah, ketika helicopter menjatuhkan lagi uang sejumlah Rp 2 juta ke pulau pertama, tidak ada uang yang dijatuhkan ke pulau-pulau lain.

Secara formal dapat ditulis:
M2 (Pulau pertama)   =  Rp 3 juta
V2 (Pulau pertama)    =  5 kali
P2 (Pulau pertama)   =  Rp 3 juta
T2 (Pulau pertama)   =  5 (ikan, beras, sleeping bag, pisau, radio)

Artinya, terjadi kenaikan harga di pulau pertama yaitu harga ikan sama, harga beras sama, harga sleeping bag, harga pisau, harga radio di pulau pertama masing-masing adalah Rp 3 juta.  Sedangkan harga-harga barang yang sama di pulau lainnya tidak mengalami kenaikan, harganya tetap di pulau kedua adalah Sin $ 200, di pulau ketiga harganya SR 3300, di pulau keempat harganya RM 330.  Atau dengan kata lain:

Rp 3 juta   =   Sin $ 200   =   SR 3300   =   RM 330

Bagi orang di pulau pertama, uang merahnya ekivalen dengan uang-uang lain sebagai berikut:

                        Sin $ 1   =   Rp 15000 (Rp 3 juta / Sin $ 200)
                        SR 1      =   Rp 909 (Rp 3 juta / SR 3300)
                        RM 1     =   Rp 9090 (Rp 3 juta / RM 330)

Dalam ilmu ekonomi makro, bagi penduduk pulau pertama yang mengalami melemahnya nilai tukar mata uang di pulau pertama disebut mata uangnya terdepresiasi.  Depresiasi adalah menurunnya nilai tukar mata uang.  Sedangkan bagi penduduk pulau-pulau lainnya yang mengalami penguatan nilai mata uangnya terhadap mata uang pulau pertama disebut mata uangnya terapresiasi terhadap mata uang pulau pertama.  Apresiasi adalah menguatnya nilai tukar mata uang.
Sekarang katakanlah, raja pulau pertama tidak ingin uangnya terdepresiasi.  Ketika ia menerima uang tambahan dari helicopter, ia tidak serta merta menggunakan uang tersebut.  Sebaliknya, uang tersebut ia simpan saja sehingga uang yang beredar di pulau pertama tetap sama dengan keadaan awal yaitu Rp 1 juta.  Ini berarti nilai tukar mata uang pulau pertama tidak mengalami depresiasi.  Proses yang dilakukan oleh raja pulau pertama ini disebut proses sterilisasi. 
Dalam contoh yang lebih realistis, bayangkanlah pulau pertama mendapat devisa SR 100 (contoh paling mudahnya diberi hibah berupa uang) oleh pulau lainnya.  Dengan uang tersebut, raja pertama dapat mengeluarkan sejumlah uang simpanannya senilai SR 100 yaitu Rp 30300 (100 x Rp 303).  Namun bila hal ini dilakukannya, maka nilai tukar uangnya akan terdepresiasi..  Itu sebabnya hibah SR 100 itu disimpan saja oleh raja pulau pertama.  Jadi dampak perubahan nilai tukar uang akibat naiknya devisa negara di sterilisasi. 

B.     Mungkinkah Perekonomian Tanpa Bunga?
(Materi Intermediate)
Telah jelas dalam model yang dikembangkan mulai dari bentuk yang paling sederhana yaitu ekonomi satu orang sampai bentuk yang kompleks dengan jutaan orang, dengan dimasukkannya unsur uang, dan juga adanya pemerintah.  Dan ternyata kita dapat menjelaskan dalam bentuk yang paling kompleks pun, bunga uang tidak perlu dan tidak penting dalam model ekonomi.  Tentu saja bunga dapat dimasukkan kedalam model ekonomi ini, tapi sekali lagi ia tidak perlu dan tidak penting.  Dalam sub bahasan berikutnya akan dijelaskan bahwa memasukkan unsur bunga dalam perekonomian sebenarnya merupakan penyederhanaan yang berlebihan (over simplification) dari konsep ’rate of profit’ (dalam teori klasik Adam Smith), konsep ’natural rate of interest’ (dalam teori Wicksellian) atau konsep ’marginal efficiency of capital’ (dalam teori Keynes).  Bunga uang dianggap sama dengan rate of profit (yang dihasilkan oleh sektor industri), dianggap sama dengan natural rate of interest (yang ditentukan oleh productivity & thrift), dianggap sama dengan marginal efficiency of capital (yang dihasilkan dari present value dari anuitas suatu aliran keuntungan sektor riil).

Mari kita kembali ke model yang telah dikembangkan:



Grafik 2.2. Kemiringan Budget Line – 1/ ρ

Kemiringan (slope) budget line inilah yang sering dipahami sebagai – (1 + R), dimana R dipahami sebagai tingkat bunga.  Padahal kemiringan (slope) budget line adalah – (1 + ρ), dimana ρ adalah parameter preferensi current consumption (Ct) terhadap future consumption (Ct+1).  Sebagian besar orang lebih menyukai current consumption dibandingkan future consumption, sehingga nilai ρ > 0.[1]
Bila ρ = 0, maka kemiringan (slope) budget line mempunyai sudut kemiringan 450.  Artinya simpanan saat ini (St) sama besarnya dengan konsumsi yang akan datang (Ct+1).
Secara formal ditulis:





 dimana ρ = 0 ,  sehingga:   

  
Bila ρ > 0, maka kemiringan (slopeI) budget line akan lebih curam dimana perpotongan budget line dengan sumbu horizontal  lebih pendek daripada perpotongannya dengan sumbu vertical. Jadi tanpa adanya unsur bunga atau unsur inflasi, kemiringan (slope) budget line bisa berlainan dari satu individu ke individu lain tergantung pada preferensi masing-masing individu antara current consumption dibandingkan future consumption.


Grafik 2.3. Kemiringan Budget Line – 1/ ρ dimana  ρ > 0
Bentuk budget line dimana ρ > 0 sama sekali tidak perlu dikaitkan dengan adanya bunga atau inflasi, meskipun dapat saja dikait-kaitkan.  Ambil contoh orang yang melakukan puasa sunnah, dimana ia menunda konsumsi di siang hari (Ct) sampai dengan waktu terbenamnya matahari.  Baginya makan pada saat matahari terbenam lebih disukai daripada makan di siang hari.  Makanan siangnya dapat ia jual dulu, kemudian hasil penjualannya ia gunakan untuk membeli makan malam.  Penjelasan lebih rinci akan dibahas pada bab  6 Economic Value of Time.
Romer  (2001)[2] menjelaskan dua model ekonomi makro yang dikembangkan oleh Ramsey (1928), Cass (1965), Koopmans (1965) yang menggunakan infinite horizon model, dan model yang dikembangkan oleh Diamond (1965) yang menggunakan overlapping generations modelKedua model ini pada dasarnya menggunakan pendekatan yang sama dengan model yang dijelaskan dalam bab ini. 
Ramsey – Cass – Koopmans model dibangun dengan adanya banyak perusahaan  yang menyewa barang modal dan mengupah pekerja untuk memproduksi barangt, dan menjualnya.  Model juga berasumsi adanya rumah tangga yang hidup sepanjang masa dan terus menerus menawarkan tenaga kerjanya (infinitely lived households supply labor), memiliki modal, melakukan konsumsi, dan juga menyimpan sebagian hasilnya. Diamond model sedikit berbeda dimana Diamond berasumsi bahwa selalu ada rumah tangga baru yang masuk kedalam perekonomian. 
Kedua model ini juga mengasumsikan bahwa ρ dapat berubah[3], sedangkan yang dimaksud real interest rate adalah real return on capital.  Karena pasar diasumsikan kompetitif, maka real return on capital sama dengan marginal product of capital (MPk).  Secara formal ditulis:
           
 Secara singkat model ini merupakan contoh bagaimana suatu model makro ekonomi yang kompleks dibangun dengan menggunakan pendekatan  mikro ekonomi sebagaimana yang coba dikembangkan dalam buku ini.  Dan sekali lagi, bunga bukanlah suatu yang perlu dan penting dalam mengembangkan suatu model ekonomi.  Bunga dapat saja dimasukkan atau tidak dimasukkan kedalam model ekonomi.  Bagi mereka yang ingin mendalami kedua model tersebut secara formal matematis, dapat merujuk pada Romer (2001) bab 2.

C.    Mengapa Ada Bunga dalam Perekonomian?
(Materi Intermediate)
Homer & Sylla (1998) menjelaskan bahwa bunga uang telah dikenal jauh sebelum Masehi yaitu sejak jaman ancient............(NENNY lihat aja bukunya bab 1).  Jadi umur konsep bunga telah teramat tua.  Setua itu pula larangan mengenakan bunga, paling tidak larangan bunga dapat ditemukan di kitab Taurat, Injil, dan akhirnya al Quran.
Dalam sejarah ekonomi Eropa dibedakan antara ’usury’ dan ’interest’.  Usury didefinisikan sebagai kegiatan meminjamkan uang ”where more is asked than is given”.  Kata ’usury’ berasal dari kata benda dalam bahasa Latin ’usura’ yang berarti ”use” (menggunakan) sesuatu.  Dalam hal ini yang dimaksud adalah menggunakan modal yang dipinjam, jadi ’usury’ adalah harga yang harus dibayar untuk menggunakan uang.[4] 
Dalam bahasa Arab ’`usry’ berarti kesulitan.[5]  Mengambil riba dipercaya akan menimbulkan kesulitan ”sebagaimana telah ditimpakan kepada kaum sebelumnya yang kepada mereka telah diharamkan hal yang tadinya halal dan baik karena mereka banyak menghalangi orang dari jalan Allah dan karena mereka memakan riba padahal telah diharamkan kepada mereka”.[6]  Riba dalam konteks ini adalah riba nasi’ah yaitu meminjamkan uang ”where more is asked than is given”, persis sama dengan pemahaman ’usury’ di masyarakat Eropa.  Sedangkan masyarakat Eropa ketika terjadi interaksi dengan masyarakat Islam adalah kaum Yahudi dan Nasrani, sehingga ayat pelarangan riba yang digunakan adalah ayat yang ditujukan kepada mereka (ahlul kitab). 
Sedangkan kata ’interest’ berasal dari kata kerja dalam bahasa Latin ’intereo’ yang berarti ”to be lost”; kemudian bentuk substantif ’interisse’ inilah yang dikenal dalam istilah modern saat ini sebagai ’interest’.  Jadi pada awalnya ’interest’ tidak mempunyai konotasi keuntungan, bahkan sebaliknya ia mempunyai konotasi kerugian.  Tepatnya kompensasi untuk mengganti kerugian.  Istilah ’interesse’ dalam konteks mengganti kerugian ini menjadi istilah standar pada sekitar tahun 1220.  Sejak tahun itulah istilah ’interest’ berarti ”compensation or penalty for delayed repayment of a loan”.[7]
Dalam perkembangan selanjutnya, ’interest’ bukan saja diartikan ganti rugi atas kerugian nyata (real loss) seperti keterlambatan pembayaran hutang, namun ’interest’ juga diartikan ganti rugi atas kerugian akibat kesempatan yang hilang (opprotunity loss).[8]  Meminjamkan uang dianggap suatu kegiatan yang menghilangkan kesempatan untuk mendapatkan manfaat dari modal yang dipinjamkan.
Di kalangan masyarakat kristiani Eropa, ’interest’ dalam artian ganti rugi atas opportunity loss, telah lebih dulu diperbolehkan dengan syarat tidak boleh merugikan pihak manapun.  Homer & Sylla mengutip dari Nelson, Benjamin N. The Idea of Usury. Princeton: Princeton University Press, 1949, Pp. 3-4 :[9]
”Usury is permissible only if it is not injurious to one’s brother .  In 1547 at Geneva, John Calvin (1509 – 1564) fixed the maximum legal rate of interest at 5%”

Di kalangan masyarakat Katolik  Roma, kebolehan setiap orang mengambil ’interest’ baru terjadi pada abad ke 19, dengan syarat ’interest’ itu resmi / sah menurut hukum negara.[10]

”More forms of credit were accepted during the eigthteenth century by the Catholic Church.  Finally between 1822 and 1836, the Holy Office decreed that all interest allowed by law may be taken by everyone”

Baru pada tahun 1950, Gereja Roma Katolik memperbolehkan seseorang bekerja sebagai bankir.  Sejak itulah Gereja Roma Katolik menerima sistem perbankan.[11]

”Finally, as far as the Roman Catholic position is concerned, Pope Pius XII in 1950, declared that bankers ”earn their livelihood honestly”.  He apporved of the banking system”

Dalam teori ekonomi modern juga terjadi beberapa kali penyederhanaan masalah sehingga ’interest’ kehilangan makna yang sebenarnya.  Kita awali saja dengan mengutip pendapat Adam Smith  (Conrad, 1963 halaman 12)[12] yang membedakan ’the rate of profit’ yang  dihasilkan oleh sektor industri dan ’rate of interest’ yang dihasilkan oleh sektor keuangan.  Ricardo menegaskan pula:[13]

”The rate of interest for money.....is not regulated by the rate at which the Bank will lend....but by the rate of profits which can be made by the employment of capital” (Ricardo, 1951-1973, I:363, quoted by Milgate, 1983:98)

Marshall masih menggunakan pemahaman yang sama yaitu harga untuk penggunaan modal:[14]

”Interest is defined as the price paid for the use of capital in any market”

Wicksell, penulis Wicksellian Monetary Theory, memperkenalkan istilah natural rate of interest yang didefinisikannya sebagai:[15]

”The rate of interest at which the demand for loan capital and the supply of savings exactly agree, and which more or less corresponds to the expected yield on newly created capital, will then be the normal or natural real rate”

Seperti harga ekuilibrium pada pertemuan kurva supply dan demand, Wicksell beranggapan natural rate of interest rate sebagai ”equating ex ante saving and investment”.  Dalam pemahaman ini meskipun masih diakui bahwa natural rate of interest ditentukan oleh ”the forces of productivity and thrift”, namun ia mulai menggantikan peran ’rate of profit’ dalam pemahaman Classical Theory dalam artian natural rate of interest lah yang menjadi pusat gravitasi dan faktor penentu tingkat suku bunga pasar dalam jangka panjang.  Pemahaman ini sebenarnya sama dan konsisten dengan penjelasan yang diberikan Robertson dalam Classical Interest Theory
JM Keynes, pemikirannya dikembangkan dengan nama Keynesian dan mewarnai berbagai pemikiran ekonom sampai saat ini, termasuk di Indonesia.  Salah satu konsep Keynesian yang terkenal dalam ekonomi makro adalah konsep IS-LM yang tidak dapat dilepaskan dari konsep ’interest’ baik di fungsi permintaan uang untuk motif spekulatif (MDsp = f [i]), maupun di fungsi investasi (I = f [i]).  Ironisnya, Keynes sendiri menolak adanya bila dikatakan ’interest rate’ adalah harga ekuilibrium antara permintaan dan penawaran peminjaman uang.[16]

”But the equality between the stock capital goods offered and the stock demanded will brought about by the prices of capital goods, not by the rate of interest rate.  It is equality between the demand and supply of loans of money i.e. debts, which is brought by the rate of interest”

Yang diperkenalkan Keynes adalah Marginal Efficiency of Capital (MEC) definisinya sebagai berikut:[17]

”Marginal Efficiency of Capital is the rate of discount that would equate the demand price of capital good, i.e. the present value of the series of annuities, given the returns expected from the capital asset during its lifetime, to its supply price (where the supply price is not the market price but the price that would just induce a manufacturer to produce an additional unit of the capital good in question)”

Jadi konsep MEC sebenarnya mirip dengan konsep internal rate of return (IRR), sedangkan konsep ’rate of profit’ mirip dengan konsep return on investment dalam ilmu manajemen keuangan.  Sebagaimana konsep IRR, konsep MEC juga menghitung present value dari anuitas.  Persamaan berikutnya adalah IRR bukanlah tingkat bunga pasar, begitu pula MEC.  IRR dan juga MEC dihitung untuk dibandingkan dengan suku bunga pasar.  Bila IRR lebih besar atau paling tidak sama besar dengan tingkat bunga kredit, maka proyek tersebut layak untuk dibiayai dengan kredit bank.  Begitu pula dengan MEC sebagaimana telah didefinisikan oleh Keynes.
Keynes sebenarnya jelas sekali menggambarkan hubungan antara MEC dengan interest rate.  Pertama harus dibedakan antara harga penawaran suatu barang modal, dan harga permintaan barang modal tersebut.  Harga penawaran suatu barang modal (the supply price of a capital good) ditentukan oleh fungsi produksi perusahaan yang memproduksi barang.  Kemudian besarnya investasi akan didorong sampai pada suatu titik dimana harga permintaan barang modal sama dengan harga penawarannya.  Memang dalam keadaan ekuilibrium jangka pendek, harga penawaran suatu barang modal sama dengan harga permintaannya, artinya pula MEC sama dengan interest rate.  Ini sama sekali tidak berarti MEC adalah interest rate.  Dalam ilmu manajemen keuangan, ini sama dengan keadaan ekuilibrium ketika IRR sama dengan tingkat bunga kredit, sama sekali tidak berarti IRR adalah bunga kredit.
Secara formal harga penawaran barang modal Pk dirumuskan sebagai:[18]

Penyederhaan bahwa MEC adalah tingkat bunga, atau penggunaan tingkat bunga sebagai proxy atas MEC, telah mengaburkan makna sebenarnya.


[1] “Thus, even if there were no inflation…., you would prefer to spend the dollar and consume the goods today” (Aswath Damodaran (2001), Corporate Finance: Theory and Practice, New York: John Wiley, halaman 44-5
[2] David Romer (2001), Advanced Macroeconomics 2nd  Edition.  Boston: McGraw Hill
[3] Secara khusus Romer (2001) membahas pengaruh berubahnya ρ khususnya pada model Ramsey – Cass – Koopmans.  Lihat halaman 63-68
[4] Homer & Sylla (1998).  A History of Interest Rate, 3rd Ed Revised.  London: Rutgers University Press, halaman 73
[5] Kata `usry digunakan dalam Quran misalnya dalam surat 94 ayat 5 dan 6
[6] HELMY cari ayatnya.  Ini ayat tahap kedua pelarangan riba bunyinya “innalladzina hadu harramna alaihim thayyibatin uhillat lahum fabishaddihim an sabilillahi katsira wa ahzihimur riba faqad nuhu anhu”
[7] Homer & Sylla (1998), halaman 73
[8] Konsep ganti rugi juga dikenal dalam Islam dengan istilah ’iwadh’. Dalam konteks perbankan ’iwadh / ta’widh hanya boleh dikenakan untuk ganti rugi kerugian nyata (real loss) dan tidak boleh dikenakan untuk ganti rugi hilangnya kesempatan (opportunity loss).  Lihat Fatwa DSN No...... tentang Ganti Rugi (NENNY, cek gimana tepatnya}
[9] Homer & Sylla (1998), halaman 80
[10] Homer & Sylla (1998), halaman 81
[11] Homer & Sylla (1998), halaman 81
[12] Dikutip dari Colin Rogers (1989) halaman 168
[13] Dikutip dari Colin Rogers (1989) halaman 168
[14] Colin Rogers (1989), Money, Interest and Capital: A Study in the foundations of monetary theory”,  Cambridge: Cambridge University Press, halaman 78
[15] Colin Rogers (1989), halaman 78
[16] Keynes (1936, halaman 186 note 1) dikutip dalam Colin Rogers (1989), halaman 78
[17] JM Keynes (1936, halaman 135) dikutip dalam Colin Rogers (1989) halaman 78
[18] Colin Rogers (1989) halaman 215

0 comments:

Post a Comment